Gambaran Alam Mahsyar II (Renungkan..!!!)

"Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku," aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangnya ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, "Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain." Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.

Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang kehadirannya selalu kutolak, pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan selalu mendapatkan kata "maaf" dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku. Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tidak kulontarkan, "Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak."

Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga. Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah. "Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan. Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara," jelasnya lagi.

Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu Allah dan berkata, "Ya Allah, didunia aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surgaMu."

Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. "Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Allah, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu," bergetar tubuhku mendengarnya.

Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.

Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfirullah  ternyata Allah telah menasihatiku lewat mimpi malam ini.
Share This Article Facebook +Google Twitter Digg Reddit