Dibalik Penemuan Angka Nol
Jangan sepelekan angka nol. Bayangkan,
apa jadinya jika deret angka hanya ada sembilan angka (1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9)
saja tanpa nol? Tentu akan muncul permasalahan- permasalahan, misalnya, dari
mana muncul angka puluhan, ratusan, ribuan, jutaan, atau puluhan juta?
Nah, dengan adanya nol,
semua permasalahan itu pun terpecahkan. Berkat angka nol, deret hitung menjadi
semakin luas dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Selain fungsinya yang
penting, angka nol juga mempunyai sejarah panjang. Dari manakah sebenarnya
angka ini berasal? Dan, siapa pula penemunya? Mungkin banyak yang mengira,
ilmuwan Eropalah penemunya. Sejatinya, angka nol justru ditemukan oleh ilmuwan
Muslim. Dia adalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa
al-Khawarizmi. Ia lahir di
Khawarizmi (sekarang Khiva), Uzbekistan, pada 194 H/780 M.
Tak banyak informasi
yang menjelaskan secara mendalam mengenai sosok dan riwayat hidup
Al-Khawarizmi. Tetapi, sejarah singkatnya terdapat dalam kitab Al-Fihrist Ibn
an-Nadim, yang juga menjelaskan karya-karya tulisnya.
Di situ disebutkan,
Al-Khawarizmi menekuni hampir seluruh pekerjaannya antara tahun 813 hing ga
833. Setelah Islam masuk ke Persia dan Baghdad menjadi pusat ilmu serta
perdagangan, banyak pedagang dan ilmuwan dari Cina dan India mendatangi kota
tersebut, termasuk Al-Khawarizmi.
Di sana, ia menjadi bagian dari para
ilmuwan yang bekerja di Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), sebuah lembaga
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Ma’mun
Ar-Rasyid, khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah. Oleh guru besar studi Islam
Temple University AS, Mahmoud Ayoub, Bayt al-Hikmah disebut sebagai institusi
pendidikan tinggi pertama di dunia Islam dan juga Barat. Di lembaga ini, Al-
Khawarizmi belajar ilmu alam dan matematika, juga terjemahan manuskrip
Sanskerta dan Yunani.
Dulu, sebelum
Al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan menggunakan semacam daftar
yang membedakan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterus nya. Daftar yang
dikenal sebagai abakus itu berfungsi menjaga setiap angka dalam bilangan agar
tidak saling tertukar dari tempat atau posisi mereka dalam hitungan.
Sistem tersebut berlaku
hingga abad ke-12 M, ketika para ilmuwan Barat mulai memilih menggunakan raqm
al-binji (angka Arab) dalam sistem bilangan mereka. Raqm albinji menggunakan
angka “nol” yang diadopsi dari angka India, meng hadir kan sistem penomoran
desimal yang belum pernah digunakan sebelumnya.
Nah, lewat buku pertamanya,
Al- Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al- Muqabalah (Ringkasan Perhitungan Aljabar
dan Perbandingan), Al-Kha warizmi memperkenalkan ang ka nol yang dalam bahasa
Arab yang disebut shifr. Karya monumental itu juga membahas solusi sistematik
dari linear dan notasi kuadrat.
Buku itu diterjemahkan
di London pada 1831 oleh matematikawan Inggris, Fredrick Rosen, dan selanjutnya
diedit dalam bahasa Arab pada 1939 oleh dua matematikawan Mesir, Ali Mustafa
Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad. Sebelumnya, pa da abad 12, karya ter sebut
juga diter- jemahkan oleh se orang mate matikawan asal Chester, Inggris, Robert
(Latin: Robertus Castrensis), dengan judul Liber Algebras et Al-mucabola.
Masih pada abad yang
sama, buku berbahasa Latin itu kemudian diedit oleh matematikawan asal New
York, LC Karpinski. Versi ke duanya, De Jebra et Almucabola, ditulis oleh
Gerard da Cremona (1114–1187), matematikawan dan penerjemah asal Italia. Buku
yang ditulis Gerard itu disebut-sebut lebih baik dan bahkan mengungguli buku
Fredrick Rozen.
Dengan demikian, meski
telah diperkenalkan pada pertengahan pertama abad ke-9, angka nol baru dikenal
dan digunakan oleh kalangan ilmuwan Barat dua setengah abad kemudian. Menyusul
diperkenalkannya angka nol oleh Al- Khawarizmi maka untuk pertama kalinya nol
digunakan sebagai pemegang tempat dalam notasi berbasis posisi. Dunia perlu
berterima kasih pada ilmuwan yang satu ini karena dengan angka nol yang
diperkenalkannya, bilangan 2012 dan 212 dapat dibedakan.
Pada abad ke-12,
matematika wan Muslim asal Spanyol, Ibrahim ibn Meir ibn Ezra, menulis tiga
risalah mengenai angka yang membawa simbol- simbol India dan pecahan desimal ke
Eropa hingga men dapatkan perhatian dari sejumlah ilmuwan di sana. Risalah ber
judul The Book of The Number itu menjelaskan tentang sistem desimal untuk
bilangan bulat dengan nilai tempat dari kiri ke kanan. Ibn Ezra menggunakan nol
dengan sebutan galgal (yang berarti roda atau lingkaran).
Selanjutnya, pada 1247,
mate matikawan Cina, Ch’in Chiu-Shao, menulis Mathematical Treaties in Nine
Sections yang menggunakan simbol O untuk nol. Dan pada 1303, Zhu Shijie
menggunakan simbol yang sama untuk nol dalam karya nya Jade mirror of the Four
Elements. Sistem angka tersebut selanjutnya juga berkembang di Eropa.
Al-Khawarizmi, ilmuwan
yang berada di balik penemuan besar ma te matika abad ke-9 itu, wafat di
Baghdad pada sekitar 850 M.
http://situs-lakalaka.blogspot.com